Forumrakyat.co.id|Langsa – Setelah enam bulan tarik-ulur kepentingan, DPRK Langsa akhirnya bersiap menggelar rapat paripurna untuk membahas Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan Tata Tertib (Tatib).
Tapi jangan salah, ini bukan sekadar rapat biasa—ini adalah panggung bagi para elite untuk menentukan siapa yang berhak mendapat potongan terbesar dari “kue kekuasaan” di Langsa.
Babak Baru dalam Perebutan Kuasa
Politik di Langsa bukan lagi soal siapa yang menang dalam pemilu, melainkan siapa yang paling cerdik dalam mengatur strategi pasca-kemenangan.
Setelah Pilkada selesai, satu hal yang masih menggantung adalah: siapa yang akan menguasai lembaga legislatif?
Selama enam bulan terakhir, DPRK Langsa seperti sengaja mengulur waktu dalam pembentukan AKD dan pengesahan Tatib.
Tanpa AKD yang sah, DPRK kehilangan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Tapi di balik kemacetan ini, ada kalkulasi politik yang lebih besar: siapa yang mendapat kursi paling strategis di parlemen?
Surat bernomor 000.1.5/249/2025, yang baru dikeluarkan oleh Ketua DPRK Langsa, Melvita Sari, SAB, menunjukkan bahwa negosiasi antar-kubu akhirnya mencapai titik temu.
Rapat paripurna dijadwalkan berlangsung pada 24 Maret 2025, atau hanya berselang beberapa hari setelah Pemko Langsa mengambil alih pengesahan APBK melalui Peraturan Wali Kota (Perwal).
Lalu, pertanyaannya, mengapa baru sekarang?
Jawabannya sederhana—karena “kue kekuasaan” sudah siap dibagikan.
Di tengah kekosongan legislatif, Pemko Langsa tetap melaju. APBK 2025 sudah diteken melalui Perwal pada 14 Maret 2025, memastikan anggaran Rp 919 miliar bisa segera direalisasikan sebelum Idul Fitri.
Kepala BPKD Langsa, Khairul Ichsan, S.STP, bahkan sudah mengatur skema pencairan dana dalam waktu yang singkat:
17-25 Maret 2025 → OPD harus menyusun Rancangan Anggaran Kas (RAK) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
26-27 Maret 2025 → Proses pencairan dana dilakukan sebelum cuti bersama pada 28 Maret.
Di sini, Pj Wali Kota Langsa memainkan peran penting. Tanpa kehadiran DPRK yang sah, Pj memiliki keleluasaan dalam mengelola anggaran tanpa hambatan politik berarti.
Keuntungan bagi Pj Wali Kota dalam transisi ini sangat jelas:
• Otoritas penuh dalam mengelola keuangan daerah tanpa pengawasan DPRK.
• Minim tekanan politik karena fraksi-fraksi DPRK masih sibuk berebut posisi di AKD.
• Koneksi kuat ke Pemerintah Aceh dan Kemendagri, yang berarti pengaruhnya semakin menguat.
Namun, langkah ini juga berisiko. Jika DPRK akhirnya menyelesaikan AKD dan Tatib, pengawasan terhadap eksekutif akan kembali berjalan, dan Pj Wali Kota harus mulai berbagi “kue” dengan legislatif.
Perebutan Kursi di DPRK: Siapa Mendapat Apa?
Di balik rapat paripurna 24 Maret 2025, ada perdebatan panas yang terjadi di ruang-ruang tertutup.
Fraksi-fraksi di DPRK Langsa tidak sedang membahas kepentingan rakyat—mereka sedang berbicara tentang siapa yang mendapat kursi strategis dalam AKD.
Beberapa posisi yang diperebutkan:
• Ketua Komisi (komisi yang menangani anggaran selalu jadi rebutan).
• Ketua Badan Anggaran (Banggar), yang menentukan arah alokasi APBK.
• Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD), posisi kunci dalam mengontrol dinamika internal DPRK.
Inilah kunci kenapa AKD dan Tatib begitu lama tertunda. Semua pihak ingin mendapatkan jatah yang lebih besar sebelum akhirnya menyetujui struktur resmi DPRK.
Dampak Politik: Siapa yang Paling Dirugikan?
Di tengah perebutan kekuasaan ini, ada satu pihak yang paling dirugikan: masyarakat Langsa.
• Pembangunan Kota Tertunda – Tanpa DPRK yang berfungsi, banyak kebijakan daerah yang seharusnya bisa berjalan lebih cepat justru tertunda.
• Minim Pengawasan terhadap Eksekutif – Dengan APBK disahkan lewat Perwal, Pj Wali Kota memiliki kendali penuh tanpa mekanisme checks and balances yang seharusnya dilakukan oleh DPRK.
• Kepercayaan Publik terhadap DPRK Merosot – Setelah enam bulan konflik politik tanpa solusi, masyarakat semakin melihat DPRK hanya sebagai lembaga yang lebih sibuk mengurus kepentingan sendiri daripada kepentingan rakyat.
Jika DPRK gagal merampungkan AKD pada 24 Maret 2025, intervensi dari Pemerintah Aceh atau Kemendagri bukan lagi sekadar ancaman, tetapi kepastian.
Apa yang Akan Terjadi Jika Konflik Berlanjut?
Jika DPRK tetap tidak mencapai kata sepakat, beberapa skenario bisa terjadi:
1. Perpanjangan Masa Jabatan Pj Wali Kota
Mendagri bisa memperpanjang masa jabatan Pj jika DPRK masih gagal menjalankan tugasnya.
2. Pelantikan Wali Kota Terpilih oleh Gubernur atau Mendagri
Berdasarkan Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016, Gubernur Aceh atau Mendagri bisa langsung melantik kepala daerah terpilih tanpa menunggu DPRK.
3. Intervensi Langsung dari Pemerintah Pusat
Jika DPRK tetap lumpuh, sesuai Pasal 79 ayat (3) UU 23/2014, Pemerintah Pusat bisa mengambil alih kewenangan tertentu.
Jika skenario ini terjadi, DPRK Langsa akan kehilangan kendali politik sepenuhnya, dan para anggota dewan yang tadinya ingin mendapatkan porsi lebih besar dalam “kue kekuasaan” justru bisa kehilangan segalanya.
Saat ini, Pj Wali Kota Langsa masih menjadi pemenang terbesar, dengan kendali penuh atas APBK dan kebijakan daerah.
Namun, jika DPRK berhasil menyelesaikan AKD dan Tatib dalam rapat paripurna 24 Maret 2025, maka kekuasaan akan kembali terdistribusi di antara para elite politik.
Tapi satu hal yang pasti—rakyat Langsa tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari perebutan kue ini.